Nagari Padang Tarok

Tuesday, September 12, 2006

SABAI NAN ALUIH


FOLK TALE
Pada zaman dulu di Nagari Padang Tarok Sumatera Barat , hidup sepasang suami istri Rajo Babanding dan Sadun Saribai. Keluarga bahagia ini dikaruniai 2 orang anak, yang laki-laki bernama Mangkutak Alam dan anak perempuan bernama Sabai Nan Aluih. Sabai, adalah seorang gadis yang cantik jelita, ramah dan pemberani. Ia pandai menari, mahir mengerjakaan pekerjaan perempuan seperti memasak dan menenun. Tapi ia juga pandai beladiri dan memiliki pendidikan. Sayangnya, Mangkutak Alam sangat berbeda dengan Sabai. Meskipun ia tampan tapi ia sangat sombong dan pemalas. Kerjanya hanya berleha-leha, menyabung ayam, tidur dan bermalas-malas sepanjang hari. Namun, Rajo Babanding sangat mencintai kedua anaknya terutama Mangkutak Alam. Sementara itu di desa tetangga bernama Kampung Situjuh, hiduplah Rajo Nan Panjang, seorang pengusaha kaya di Kampung Situjuh, tapi terkenal licik dan menganggap semuanya bisa dibeli dengan uang termasuk kekuasaan.
Mendengar akan kecantikan Sabai Nan Aluih, Rajo Nan Panjang mengutus perwakilannya untuk meminang Sabai kepada ayahnya Rajo Babanding. Maka diutuslah pengawal mewakili Rajo Nan Panjang menyampaikan pinangan kepada Rajo Babanding. Raja Babanding menolak mentah2 pinangan Rajo Nan Panjang, beliau tidak sudi memiliki menantu yang licik yang mendapatkan hartanya dengan cara-cara yang tidak bersih. Mendengar Rajo Babanding menolak lamarannya, Raja Nan Panjang amat marah. Ia mengingatkan Rajo Babanding akan tradisi yang ada di tanah Minang, yaitu apabila seorang ayah menolak lamaran dari seorang laki-laki maka kedua laki-laki ini harus berduel demi membela harga diri. Rajo Babanding sangat sadar akan konsekwensi ini dan tidak takut, bahkan untuk menjaga kehormatan keluarganya beliau menerima tantangan duel Rajo Nan Panjang untuk berlaga di Padang Panabuan. Namun sayangnya Rajo Nan Panjang berlaku licik dalam pertandingan tersebut. Ia menyuruh seorang anak buahnya untuk mengawasi jalannya pertandingan. Bila Rajo NanPanjang terjepit dan akan kalah maka ia menyuruh anak buahnya itu untuk menembak jarak jauh Rajo Babandiang. Akhirnya apa yang dicemaskan Rajo Nan Panjang terjadi juga, dalam pertandingan silat duel di Bukuk Panabuan itu, ia terdesak dan nyaris kalah dan anak buahnya yang telah bersiap-siap ditempat tersembunyi untuk mengarahkan moncong senjatanya ke arah Rajo Babandiang, akhirnya Rajo Babandiang tewas di arena pertandingan.
Seorang anak gembala memberitahukan kekalahan tersebut ke Sabai dan Ibunya yang berada di Rumah Gadang. Jelas berita ini amat menyedihkan mereka, kehilangan kepala keluarga. Sabai tidak menerima kekalahan tersebut. Sabai meneguhkan hatinya untuk membalas dendam atas kematian ayahnya tercinta, sementara Mangkutak Alam, masih sibuk dengan permainan menyabung ayamnya dan tak peduli dengan kematian ayahnya. Bahkan ia tak berniat untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Sebaliknya dengan Sabai, sekonyong-konyong Sabai seorang diri menyandang senjata dan pergi ke arena pertarungan Bapaknya melihat Rajo Nan Panjang yang masih bangga dengan kemenangan dengan cara licik itu. Sabai mengatakan tidak terima atas kematian ayahnya, lalu ia menantang Rajo Nan Panjang bertarung demi membalas kematian ayahnya.
Meski Rajo Nan Panjang membujuk Sabai untuk mau menikah dengannya tapi Sabai sudah berketetapan hati untuk membalas kematian ayahnya dan menolak menikah dengan orang yang sudah membunuh ayahnya. Seperti diketahui, Sabai juga belajar silat dan mahir dengan bela diri ini, ia merebut senjata yang dipegang anak buah rajo Nan Panjang yang telah menyebabkan kematian Bapaknya, dan mengarahkan ke Rajo Nan Panjang, maka tak heran kalo Sabai memenangkan pertarungan melawan Rajo Nan Panjang. Meski Sabai sudah tidak memiliki ayah lagi, tapi Sabai yang perempuan sudah berjuang dan sukses membela harga diri dan nama baik keluarganya. Bahwa perempuan yang lemah seperti kebanyakan pandangan orang selama ini tidak terbukti pada Sabai.
Sumber http://www.ling.hawaii.edu/~uhdoc/minang/folktale.html
English Version
Once upon a time, there was a happy family in Nagari Padang Tarok, West Sumatra. They had one daughter and one son. The husband was named Rajo Babandiang and his wife was named Sadun Saribai. Their children's names were Sabai Nan Aluih and Mangkutak Alam. Sabai was a beautiful and fearless girl. She was good at cooking and other homemaking duties. Moreover, she was smart, diligent and skilled in a martial art that is called ‘silek’. In contrast, her brother Mangkutak Alam was a lazy son. He always engaged in recreation and sometimes gambled as well. Rajo Babandiang always adored his children and even though Mangkutak Alam was a slothful person, he loved him very much. Close to Nagari Padang Tarok was Kampung Situjuh. In this place there was a rich man who was named Rajo Nan Panjang. He was a wealthy and powerful person, but was cunning and guileful. He knew that Sabai was a beautiful girl and he wanted to marry her. Then, he sent his man to express his love to Sabai Nan Aluih. Of course Rajo Babandiang refused Rajo Nan Panjang's proposal because he did not want his daughter to have such a dreadful husband. As a result, Rajo Nan Panjang became irritated. He got angry and he wanted to fight with Rajo Babandiang. (It is an old custom to answer the fight for the sake of prestige both of their family). Consequently, Padang Panabuan, a mountain area between Nagari Padang Tarok and Kampung Situjuh was the location they chose to fight each other. Once they made the agreement, there was fighting between Rajo Babandiang and Rajo Nan Panjang in Padang Panabuan, but the combat was unfair. Rajo Nan Panjang was crafty. Before fighting, he planned to have a person watch the fight when it seemed like he would be conquered, he ordered his person to shoot Rajo Babandiang from far away in the hiding place. As he assumed, Rajo Babandiang dominated the fight, then his man acted on their plan. As a result, the bullet struck Rajo Babandiang and he died. Fortunately, there was a shepherd who was watching the fight. He reported to Sabai and her mother the death of Rajo Nan Panjang. Of course, this bad news made them gloomy. Sabai decided to avenge the death of her father while Mangkutak Alam did not care and was busy gambling. Swiftly, Sabai went to Padang Panabuan alone, she met with Rajo Nan Panjang who still persuaded her to be his wife. Again Sabai reject his offered and said that she could not accept that Rajo nan Panjang’s had killed her father. Suddenly she grasped the gun that was held by Rajo Nan Panjang’s staff and killed him, as a result he died. Sabai demostrated that as a woman, she could defend her family. An adage that stated women are weak and always cry was insignificant for Sabai. She was willing to fight for her family’s prestige. She was able to do what she needed to do
.
Nagari Padang Tarok in Kecamatan Baso has a beautiful scenery of rice field landscape. This nagari is situated on a valley between hills, where we can view a unique topography.